Takut
Allah SWT berfirman, “Yad’uuns Rabbahum Khaufan
watham’an” yang artinya, Mereka berdo’a kepada TUhannya karena takut
dan loba”.
Abu Hurairah berkata, Bahwa RasuluLlah SAW bersabda, “Tidak akan masuk neraka
orang yang menagis karena takut kepada Allah Ta’ala, sebelum ada air susu yang
masuk pada teteknya. Dan tidaklah berkumpul debu-debu dalam perang membela
agama di jalan Allah dengan asap api neraka jahanam di tempat sampah seorang
hamba”.
Anas berkata bahwa RasduluLlah SAW bersabda, “Seandainya engkau mengetahui
apa-apa yang aku ketahui niscaya sedikit tertawa engkau, dan banyak menangis”.
Menurut pendapatku (Syaikh Abul Qasim Al-Qusyairy) takut mempunyai arti yang
berhubungan dengan masa yang akan datang. Karena orang akan takut menghalalkan
yang makruh dan meninggalkan hal yang sunat. Hal ini tidak begitu penting
kecuali membawa dampak positif di masa yang akan datang. Jika pada saat
sekarang hal itu muncul, maka pengertian takut tidak terkait. Sedangkan
pengertian takut kepada Allah Ta’ala adalah tekut kepada siksaanNya baik di
dunia maupun di akhirat. Allah Ta’ala mewajibkan kepada hambaNya agar takut kepadaNya,
sebagai mana firmanNya, “wakhaafuuNy in kuntum mu’minun” yang artinya,
“dan takutlah akmu semua kepadaKu jika kamu orang-orang yang beriman”.
Allah Ta’ala juga berfirman, “fa iyyaaYa farhabuun” yang artinya, “Maka
kepadaKulah seharusnya mereka merasa takut”.
Disamping itu Allah Ta’ala memuji orang mu’min Karenna ketakutannya sebagai
mana dirmanNya,”yakhaafuuna Rabbahum min fawqihim” yang artinya,
“mereka itu (malaikat) takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka”.
Saya (Syaikh Al-Qusyairy RA) telah mendengar Ustadz Abu Aly Ad-Daqaq berkata,
“Takut mempunyai beberapa tingkatan, yaitu khauf, khasyah, dan haibah”, khauf
merupakan bagian dari syarat-syarat iman dan hokum-hukumnya sebagaimana
firmanNya, “WakhaafuuNy in kunutm mu’miniin”
Khasyah merupakan bagian dari syarat-syarat ilmu sebagaimana firmanNya Innamaa
yakhsyaLlaaha min ‘ibaadihiil ‘ulamaa’”yang artinya, “sesungguhnya yang
paling takut kepada Allah Ta’ala di antara hambanya adalah ‘ulama’.
Sedangkan haibah merupakan bagian dari syarat-syarat ma’rifat
sebagaimana firman Allah Ta’ala, “WayuchadhirukumuLlaahu nafsah”yang
artinya, “Allah SWT memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya.
Saya (Imam Al-Qusyairy) mendengar Abu Hafsh berkata, “Takut adalah cambuk Allah
SWT yang dipergunakan untuk meluruskan orang-orang yang lari dari pintuNya”.
Abdul Qasim Al-Hakim berpendapat, khauf mempunyai dua bentuk yaitu rahbah
dan khasyah. Yang dimaksud orang yang rahbah adalah orang
yang berlindung kepada Allah SWT. Ada yang berpendapat, kata rahiba dan haraba
boleh diungkapkan karena keduanya mempunyai arti satu seperti kata jadzuba
dan jaladza. Sebagai contoh apabila dia lari , maka dia dapat di tarik
dalam pengertian hawanafsunya. Seperti pendeta yang mengikuti hawa nafsunya.
Oleh karena itu apabila mereka ditarik oleh kendali ilmu dan mereka
melaksanakan / menggerakkan kebenaran syari’at, maka pengertian tersebut
disebut khasyah.
Abu Hafs berkata, “Takut itu seperti lampu hati yang dapat ,menunjukkan
kebaikan dan keburukan.” Utstadz Abu Aly Ad-Daqaq berkata, “Yang dimaksud takut
adalah keadaan diri yang tidak menginginkan sebuah harapan dan keterlambatan”.
Abu Umar Ad-Dimasyqy berkata, yang dimaksud takut adalah orang yang lebih takut
kepada dirinya sendiri dari pada takut kepada setan”.
Menurut Ibnu Al-jalla’, “Yang dimaksud orang yang takut adalah orang yang aman
dari berbagai hal yang menakutkan”. Menurut satu pendapat, yang dimaksud orang
yang takut adalah bukan orang yang menaangis dan mengusap kedua matanya, tetapi
yang meninggalkan sesuatu karena takut disiksa”. Ibnu Iyadh telah ditanya oleh
seseorang, “Mengapa saya tidak pernah melihat oarng yang takut kepada Allah SWT
?” Dia menjawab,”Jika engkau takut kepada Allah SWT maka engkau akan melihat
orang yang takut kepadaNya. Karena tidak ada orang yang dapat melihat orang
yang takut kepada Allah SWT kecuali orang yang takut kepadanya. Sama halnya
perempuan yang kehilangan anaknya akan melihat perempuan lain yang juga
kehilangan anaknya”.
Yahya bin Mu’adz berpendapat, keturunan Adam yang miskin seandainya takut
kepada api neraka sebagaimana ia takut kepada kefakiran, maka dia akan masuk
surga. Menurut Syah Al-Karmani, indikasi orang yang takut kepada Allah SWT
adalah orang yang selalu susah . sedangkan menurut Abdul Qasim AL-Hakim, orang
yang takut akan sesuatu maka ia akan lari darinya. Sedangkan orang yang takut
kepada Allah SWT maka ia akan lari kepadaNya”.
Dzunun telah ditanya, “Kapan bagi seorang hamba menemukan jalan takut kepada
Allah SWT ?” Dia menjawab, “Apabila ia menempatkan dirinya pada posisi sakit
maka ia akan menjauhkan diri dari segala hal karena sakitnya terus bertambah”.
Menurut Mu’adz bin Jabbal, hati dan ketampanan wajah orang mu’min tidak akan
tenteram dan tenang sebelum ia mampu meninggalkan titian neraka jahanam di
belakangnya. Sedangkan menurut Bisyr Al-Hafy, takut kepada Allah SWT bagaikan
harta milik yang tidak mempunyai tempat kecuali di hati orang bertaqwa.
Abu Utsman Al-Hariri mengatakan, “Cacatnya orang yang takut terletak pada
ketakutannya”. Al-Washity juga mengatakan, “Takut merupakan penghalang antara
Allah SWT dan hambaNya”. Pernyataan ini mengandung kemusykilan, artinya orang
yang takut kepada Allah SWT akan mengetahui waktu yang ke dua. bentuk-bentuk
waktu tidak akan diketahui untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu
kebaikan orang-orang yang baik merupakan keburukan bagi orang-orang yang dekat
kepada Allah SWT.
Saya (Syaikh Al-Imam Al-Qusyairi) pernah mendengar Ahmad Ats-Tsauri mengatakan,
“Yang dimaksud orang yang takut adalah orang yang lari dari Tuhan menuju Tuhan.
Sebagaimana ulama berpendapat, indikasi takut adalah bingung dengan cara yang
samar. ” Al-Junaid pernah ditanya tentang takut lalu beliau emnjawab, “Jatuhnya
siksaan melalui sa,uran nafas”.
Abu Sulaiman Ad-Daarani menyatakan, “Takut tidak akan mampu menceraikan hati
kecuali keruntuhan”. Abu Utsman juga berkata bahwa kebenaran takut adalah
meninggalkan perbuatan dosa baik lahir maupun bathin.
Menurut Dzunun Al-Mishri, Manusia akan tetap di tengah jalan selagi ia takut.
apabila ia tidak takut kepada Allah SWT maka ia akan sesat. Sedangkan menurut
Hatim Al-Asham, tiap sesuatu mempunyai hiasan. Hiasan ibadah adalah takut
, sedangkan indikasi takut adalah memperkecil keinginan.
Suatu saat seorang laki-laki bertanya kepada Bisyr Al-Hafi , “Saya pernah
memperlihatkan takut mati”. Dan Bisyr menjawab, “Datang kepada Allah SWT sangat
penting”.
Syaikh Abul Qasil Al-Qusyairy berkata, “Saya telah mendengar Syaikh Abu Ali
Ad-Daqaq berkata, “Saya pernah mendatangi Imam ABu Bakar bin Faruk. Ketika saya
melihatnya, kedua matanya bercucuran air mata. Kukatakan kepadanya bahwa Allah
akan emnyelamatkan dan menyembuhkanmu. Ia menjawab, “Engkau tidak akan pernah
melihatku takut mati, tetapi saya takut dibalik mati itu.”‘
Diriwayatkan dari ‘A’isyah RA mengatakan, “Pernah kutanyakan kepada
RasuluLlah SAW tentang ayat yang berbunyi, “Walladziina yu’tuuna maa uutuu
waquluubuhum wajilah” yang artinya.”Dan orang-orang yang memberikan sesuatu
yang telah diberikan, sedangkan hati mereka takut karena mereka akan kembali
kepada Tuhannya”.
Apakah mereka orang-orang yang dimaksud dalam ayat di atas adalah orang-orang
yang minum khamr dan orang-orang yang mencuri ? Beliau menjawab, “Tidak, tetapi
mereka adalah orang-orang yang berpuasa , salat dan bersedekah. Mereka takut
amalnya tidak diterima oleh Allah SWT”. Hal ini yang dimaksud dalam ayat, “ulaa-ikalladziina
yusaari’uuna fil khairaati wahum lahaa saabiquun” yang artinya, “Mereka
adalahorang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan dan mereka termasuk orang
yang menang”.
Menurut
AbduLlah bin Mubarak, takut tidak akan pernah bangkit sehingga ia tertanam di
dalam hati dengan konsistensi pendekatan , baik secara samar maupun
terang-terangan. Sedangkan menurut Ibrahim bin Syaiban , apabila takut tertanam
di dalam hati , maka segala keinginan hawa nafsu dan cinta dunia akan terbakar
dan tertolak. Menurut satu pendapat, takut merupakan kekuatan ilmu sesuai dengan
perjalanan hukum . Sedangkan pendapat lain mengatakan, takut merupakan gerak
hati karena keagungan Tuhan.
Abu Sulaiman Ad-Darani berkata,”Hati jangan sampai terkalahkan kecuali dengan
takut. Apabila harapan dapat mengalahkan hati, maka ia akan rusak”. Selanjutnya
ia berkata, “Apabila sikap takut telah ditanamkan, maka (derajat) mereka akan
terangkat, dan apabila rasa takut di sia-siakan, maka (derajat) mereka akan
jatuh”. Al Wasithi mengatakan, bahwa takut dan harapan adalah dua pengikat diri
(jiwa) sehingga tidak terjebak dalam kebodohan. Ia juga mengatakan, apabila
kebenaran telah tertanam di dalam hati, maka sikah berharap dan takut tidak
akan muncul kembali. Sedangkan menurut Ustadz Asy-Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq
..hal itu nampak terjadi kemusykilan. Apabila demensi kebenaran telah
berpengaruh, maka ia akan memperoleh ketinggian rahasia hati. Kebahagiaan tidak
aakn diperoleh hanya dengan mengikat dua peristiwa. Sikap takut dan harap
merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang berpengaruh melalui hukum
kemanusiaan.
Husain bin Manshur mengatakan bahwa barang siapa yang tekut dan berharap kepada
selain Allah SWT, maka segala pintu akan ditutup. Allah SWT menguasai dan
memberikan rintangan dengan tuju puluh penghalang, minimal ia bersikap skeptis.
Hal yang menyebabkan takut adalah karena mereka berpikir tentang siksaan Allah
SWTdan keadaan dirinya khawatir berubah. Allah SWT berfirman, “Wabadaa lahum
minaLlaahi maa lam yakuunuu yahtasibuun” QS. An Nuur 47.yanh artinya, “Dan
jelaslah bagi mereka azab dari Allah SWT yang belum pernah mereka pikirkan”.
Allah SWT juga berfirman, “Qul hal nunabbi’ukum bil akhsariina a’maalaa.
Alladziina dhalla sa’yuhum fil hayaatiddunyaa. Wahum yahsabuuna annahum
yuhshinuuna sun’a” yang artinya, “Katakanlah, maukah Kami beritahukan
kepadamu tentang orang-orang yang perbuatannya merugi, yaitu orang-orang yang
tersesat perjalanannya di dunia sedangkan mereka menduga bahwa mereka
mengerjakan perbuatan yang baik”.
Banyak sekali orang yang diberikan kenikmatan, keadaannya menjadi berbalik dan
perbuatan jahatnya menjadi ketetapan. Oleh karena itu sikap senang hati dan
takut perlu ditanamkan.
Syair dari Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq :
Engkau telah berperasangka baik terhadap hari-hari,
Jika keadaannya membeik
Dan engkau tidak takut
Terhadap apa yang ditakdirkannya
Waktu-waktu malam telah menyelamatkanmu
Tetapi engkau telah menipunya
Dan ketika keheningan malam tiba
Kekeruhan mulai terjadi
Saya / Imam Al Qusyairi mendengar Manshur bin Khalf Al-Maghribi berkata,
“Dua orang laki-laki saling berteman dalam suatu kajian tentang masalah iradah
dalam jangka waktu yang relatif pendek (dua tahun). Salah satu dari mereka
pergi dan meningalkan temannya. Setrlah itu tak pernah terdengar kabarnya.
Suatu saat teman yang lain bertempur di medan perang dan membunuh tentara Rum
(roma). Ketika seorang-laki-laki keluar dengan kepala tertutup adn senjata di
tangan menuntut agar semua keluar ke medan perang, maka keluarlah salah seorang
dari para pahlawansehingga dia terbunuh, kemudian yang ke tiga keluar juga dan
kemudian terbunuh. Dalam kondisi seperti itu, seorang sufi keluar dan agak
berjauhan. Orang Rum itu memandang wajahnya dan ternyata orang yang dipandang
adalah adalah temannya di waktu belajar tentang masalah iradah dan ibadah
selama dua tahun. Orang sufi itiu bertanya, “Apa engkau sering membaca
Al-Qur’an ?” Tentara Romawi itu menjawab, “Saya tidak ingat satu hurufpun dari
Al-Qur’an”. Orang sufi berkata, “Hal itu jangan kau kerjakan dan kembalilah”.
Tentara Romawi menjawab, “hal itu tidak akan saya lakukan. Sekarang saya
mempunyai kedudukan dan kekayaan. Oleh karena itu hendaklah engkau pergi. Jika
tidak engkau akan saya bunuh seperti mereka”. Orang sufi berkata, “Ketahuilah
engkau telah membunuh tiga orang Islam. Engkau tidak akan menjadin hina karena
pulang, oleh akrena itu pulanglah engkau dan saya akan menangguhkan”. Orang
laki-laki itu kemudian pulang di ikuti orang sufi tersebut. Dalam kondisi
demikian orang sufi tersebut dapat menikam dan membunuhnya. Setelah
pertempuran, orang sufi tersebut terbunuh di hadapan orang-orang nasrani.
Menurut satu pendapat, apabila terjadin sesuatu yang nampak di hadapan iblis,
maka malaikat Jibril dan Mikail akan menangis dalam jangka waktu yang lebih
lama. Allah SWT menegur mmereka, “Mengapa kalian berdua menangis ?” Mereka
menjawab, “Yaa Tuhan kami tidak mampu menjaga tipu daya Mu”. Allah SWT
memberikan perintah, “Jadilah kalian seperti ini, jangan kalian berusaha
menjaga (mengamankan) tipu dayaKu.”
Diriwayatkan dari Sariy As-Saqathi yang berkaata, “Suatu saat pasti saya
melihat hidungku yang berada di dalam mulutku. Saya takut hidungku akan menjadi
hitam ketika saya melihat siksaan”. Abu Hafs berkata, “Selama empat puluh tahun
aku berkeyakinan, Allah SWT akan melihatku dengan penuh kebencian, sedangkan
perbuatanku akan menunjukkan hal itu”.
Hatim Al-Asham berkata, “Janganlah bersikap sombong karena memperoleh tempat
yang baik. Tidak ada tempat yang lebih baik melebihi surga. Oleh karena itu
wajar bagi Nabi Adam AS berjumpa dengan sesuatu yang pernah ia jumpai. Jangan
sombong karena banyaknya ibadah, sebab iblis setelah lama beribadah ternyata
mendapati sesuatu yang ia dapati. Jangan sombong karena banyaknya ilmu, sebab
Bal’am yang selalu mengagungkan nama Allah Yang Maha Agung ternyata ia mati
kafir. Jangan sombong akrena dapat melihat orang-orang yang baik, karena tak
seorangpun lebih hebat dari Nabi Muhammad SAW. Beliau tidak pernah mengambi
keuntungan jika berjumpa dengan sanak famili musuh-musuhnya”.
Suatu hari Ibnu Mubarrak berjumpa dengan teman-temannya, ia berkata, “Di tengah
malam saya memberanikan diri menghadap Allah SWT dengan memohon agar dimasukkan
ke dalam surga”. Ada yang berpendapat, Nabi Isa AS keluar bersama seorang
Bani Israil yang saleh. Dalam perjalaan mereka diikuti oleh seorang yang selalu
berbuat dosa dan terkenal fasik. Dia duduk bersandar dengan posisi yang
berjauhan dari mereka dengan berdoa kepada Allah SWT, “Yaa Allah ampunilah
saya”. Disamping itu orang saleh tersebut juga berdoa, “Yaa Allah kelak di hari
kiyamat janganlah engkau kumpulkan aku dengan orang yang fasik tersebut.”
Setelah itu Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Isa AS, “Aku telah mendengarkan
doa keduanya”.
Dzun Nun AL Mishri berkata, telah aku tanyakan kepada Ulaim, “Kenapa engkau
disebut orang gila ?”Dia menjawab, apabila saya dipenjara begitu lama, maka
saya menjadi gila karena takut berpisah”.
Dalam
engertian yang seperti ini, ahli syair berkata “
Seandainya di depanku ada batu besar
Pasti akan saya buka
Namun bagaimana orang lain
Akan mampu memikul tanah liat
Sebagian ulama berkata, “Saya tidak pernah melihat seorang laki-laki yang
sangat mengharapkan umat dan takut terhadap dirinya sendiri kecuali Ibnu
Sirrin”. Menurut suatu ungkapan, Sufyan Ats-Tsauri dalam keadaan sakit
menyindir seorang dokter yang sedang memeriksanya dengan ungkapan, “Inilah
seorang laki-laki yang tidak takut penyakit limpa hatinya”. Dokter itu mendekat
dan meraba lehernya seraya berkata, “Saya tidak tahu bahwa diri Abu Hanifah
sama dengan diri Sufyan Ats-Tsauri “.
Imam Syibli pernah ditanya, “Kenapa matahari menjadi kuning ketika terbenam?”.
Maka dijawab , “Karena ia meninggalkan tempatnya yang sempurna, sehingga ia
menjadi kuning karena takut pada tempatnya. Demikian pula orang mukmin apabila
akan meninggal dunia, warnya menjadi kuning karena takut pada tempatnya. Oleh
akrena itu apabila matahari akan terbit ia akan terbit dengar sinar terang
benderang. Demikian pula orang mukmin apabila dibangkitkan dari kubur, ia akan
bangkit dengan wajah yang bersinar”. Jawabnya.
Diriwayatkan
dari Ahmad bin Hanbal, beliau berkata, “Saya memohon kepada Tuhan agar
dibukakan pintu dengan siakp takut sehingga ia dapat terbuka. Demikian pula aku
takut dengan kekuatan akalku. Oleh karena itu saya juga memohon, Yaa Tuhan
berilah saya kemampuan berdasarkan apa yang telah saya kuasai sehingga diriku
menjadi tenang”.
takut